Timur Tengah

Israel Izinkan 100 Truk Bantuan Masuk Gaza, Tapi Krisis Kemanusiaan Tetap Mendesak

100 Truk Bantuan Masuk Gaza: Harapan di Tengah Kehancuran Total



NOBARTV NEWS – Dalam tengah-tengah krisis Kemanusiaan yang memuncak di Gaza, PBB mengumumkan kabar baik: sekitar 100 truk Bantuan Darurat telah disetujui untuk masuk ke wilayah tersebut pada Selasa, 20 Mei 2025. Namun, di balik angka tersebut, realitas di lapangan tetap suram. Anak-anak dan ibu-ibu di Gaza masih berjuang melawan kelaparan, dengan laporan yang menyebutkan bahwa 14.000 bayi berisiko meninggal dalam 48 jam ke depan jika bantuan tidak segera tiba.

Informasi ini disampaikan oleh Al Jazeera English melalui akun Twitter mereka (@AJEnglish), yang mengutip pernyataan Jens Laerke, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA). “Kami telah meminta dan mendapatkan persetujuan untuk lebih banyak truk masuk Hari ini, jauh lebih banyak daripada yang disetujui kemarin,” ujar Laerke dalam Konferensi Pers di Jenewa, seperti dilaporkan oleh Reuters pada 20 Mei 2025.

Namun, meskipun 100 truk tampak seperti langkah maju, ini hanya sebagian kecil dari kebutuhan sebenarnya. Tom Fletcher, kepala bantuan darurat PBB, menyebut jumlah ini sebagai “tetesan di lautan” (Reuters, 20 Mei 2025), mengingat Gaza membutuhkan ratusan truk setiap hari untuk menghindari bencana kelaparan massal.

Tekanan Internasional Meningkat

Keputusan PBB untuk meningkatkan jumlah truk bantuan datang di tengah tekanan internasional yang semakin besar terhadap Israel. Inggris, Prancis, dan Kanada telah mengancam akan memberlakukan sanksi jika Israel tidak menghentikan ofensif militer di Gaza dan membuka akses Bantuan Kemanusiaan.

Kami tidak akan berdiam diri sementara pemerintah Netanyahu melanjutkan tindakan yang mencolok ini,” demikian pernyataan bersama dari para pemimpin negara tersebut, seperti yang dipublikasikan oleh @Keir_Starmer di Twitter pada 20 Mei 2025. Langkah ini mencerminkan perubahan sikap Barat, yang sebelumnya enggan mengambil tindakan tegas terhadap Israel.

Di sisi lain, Israel menghadapi kritik dari dalam Negeri sendiri. Yair Golan, Pemimpin Oposisi Israel, menyebut pemerintah Netanyahu penuh dengan orang-orang “tanpa moral” yang sedang mengubah Israel menjadi “negara yang diasingkan” (Al Jazeera, 20 Mei 2025). Kritik ini semakin memperkuat narasi bahwa kebijakan Israel di Gaza tidak hanya menuai kecaman internasional, tetapi juga memicu ketidakpuasan di dalam negeri.

Krisis yang Tidak Kunjung Usai

Meskipun 100 truk bantuan telah disetujui, tantangan logistik tetap besar. Jaringan Jalan di Gaza hancur, komunikasi terputus, dan Keamanan para pekerja kemanusiaan menjadi isu utama.

Kami menghadapi masalah logistik karena jaringan jalan dalam Gaza hancur, dan pergerakan orang di dalam enclave juga menjadi faktor yang mempersulit,” kata Laerke (Reuters, 20 Mei 2025). Selain itu, laporan dari Al Jazeera menunjukkan bahwa tingkat malnutrisi di Gaza dapat meningkat secara eksponensial jika kekurangan pangan terus berlanjut (20 Mei 2025).

Ancaman kelaparan tidak hanya memengaruhi orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Menurut UNICEF, lebih dari 80% fasilitas Kesehatan di Gaza rusak atau hancur, meninggalkan jutaan anak tanpa akses terhadap air bersih, makanan, dan Perawatan medis (UNICEF, 17 Mei 2025).

Jika situasi ini tidak segera diatasi, kita akan melihat kenaikan dramatis dalam angka Kematian, terutama di kalangan anak-anak dan bayi,” kata Akihiro Seita, direktur kesehatan UNRWA, seperti yang dikutip oleh BBC pada 20 Mei 2025.

Analisis Kritis: Geopolitik di Balik Krisis

Krisis Gaza tidak hanya soal kemanusiaan, tetapi juga Geopolitik. Keputusan Inggris untuk menangguhkan negosiasi perdagangan dengan Israel, ditambah dengan sanksi terhadap pemukim ilegal di Tepi Barat, menandakan perubahan sikap Barat terhadap Israel.

Namun, kritikus seperti Jeremy Corbyn (@jeremycorbyn) menilai bahwa langkah ini terlambat dan tidak cukup, karena senjata Barat masih terus mengalir ke Israel, sehingga “mereka tetap menjadi bagian dari pembunuhan massal di Palestina” (Twitter, 20 Mei 2025).

Di sisi lain, rencana Israel untuk menduduki Gaza dan mengusir penduduknya, seperti yang dilaporkan oleh NPR pada 24 Maret 2025, menimbulkan kekhawatiran akan pelanggaran Hukum humaniter internasional. Ini semakin memperumit situasi, karena dunia menuntut solusi Politik jangka panjang, termasuk pengakuan negara Palestina, yang hingga kini belum terealisasi.

Harapan di Tengah Ketidakpastian

Meskipun 100 truk bantuan adalah langkah maju, ini hanyalah permulaan dalam menghadapi Krisis Kemanusiaan yang mendesak. Dengan ancaman kelaparan, Kematian Bayi, dan kerusakan Infrastruktur yang masif, dunia harus bertindak lebih cepat dan tegas.

Sebagai jurnalis, Nobartv News menekankan pentingnya terus memantau perkembangan ini, dengan harapan bahwa solusi kemanusiaan dan politik dapat segera ditemukan untuk mengakhiri penderitaan rakyat Gaza.