NOBARTV NEWS Batalnya PDIP mengusung Anies Baswedan pada Pilkada Jakarta menimbulkan spekulasi beragam di benak publik. Pasalnya baik Anies maupun PDIP sempat menunjukkan tanda-tanda akan bersama di Pilkada DKI Jakarta. Namun ternyata PDIP lebih memilih Pramono Anung sebagai Cagub Jakarta pada Pilkada serentak tahun 2024 ini.
Sejumlah asumsi liar yang beredar di masyarakat antara lain: PDIP masih sakit hati dengan Anies Baswedan perihal Pilkada Jakarta 2017, Anies Baswedan tidak mau jadi kader PDIP, hingga adanya tekanan dari pihak luar kepada PDIP untuk tidak mencalonkan Anies.
Dari beberapa isu liar tersebut spekulasi Anies yang menolak bergabung dengan PDIP menjadi pembicaraan yang paling banyak dibahas oleh publik. Benarkah PDIP mensyaratkan Anies harus berseragam merah dulu agar bisa dicalonkan?
Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, menolak berkomentar banyak terkait hal ini. Dia tidak bisa mengendalikan asumsi publik terhadap dinamika politik yang sedang terjadi. Menurutnya PDIP dengan ideologi politiknya tetap patuh pada konstitusi dan mengutamakan kader internalnya.
“Saya tidak tahu, tanyakan pada beliau (Anies) ya. Tapi itu, kalau PDIP ada kader sendiri yang diajukan, mengapa ambil yang dari luar? Dan kita dari Jakarta banyak (kader),” ungkap Djarot saat ditemui di kawasan Timoho, Kota Jogjakarta, Rabu (28/8) kemarin.
Bagi Djarot langkah yang diambil PDIP tidak perlu dipertanyakan karena PDIP sedang menjalankan peran dan fungsinya sebagai wadah pencetak calon-calon pemimpin.
“PDIP itu partai yang mendahulukan kader interna. Gunanya partai itu adalah bisa melakukan rekrutmen anggota kemudian pendidikan, kemudian kita mempersiapkan calon-calon pemimpin. Kita akan berusaha betul untuk daerah strategis itu berasal dari internal partai,” ungkap Djarot.
PDIP Tak Terpengaruh Elektabilitas Anies
Disinggung terkait elektabilitas Anies yang cukup tinggi Djarot menganggap itu sebagai nilai plus namun bukan jadi patokan utama. Sehingga PDIP tak ingin tersandera pada elektabilitas personal seorang kandidat.
“Karena sifatnya sangat dinamis, tapi survei itu bisa jadi sebagai pengetahuan kita, jadi kita tidak tersandera dengan hasil survei,” jelas Djarot.
Sejumlah lembaga survei sebelumnya merilis hasil survei di Pilkada Jakarta yang menempatkan Anies Baswedan sebagai kandidat dengan elektabilitas tertinggi.
Survei Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Anies mencapai 29,8 persen, Ahok 20 persen, dan Ridwan Kamil 8,5 persen. Sedangkan Indikator Politik Indonesia memaparkan elektabilitas Anies mencapai hampir 40 persen. Unggul jauh dibanding kandidat-kandidat yang lain.
Namun, lagi-lagi PDIP bukan partai yang gampang tergoda memilih kandidat dengan elektabilitas tinggi. Mereka lebih mengutamakan kader sendiri, termasuk di Pilkada Jakarta.
Djarot menegaskan meskipun PDIP punya pakem seperti itu namun partainya tetap terbuka dengan siapapun yang ingin bergabung dan bekerjasama dengan PDIP. Namun, tentu ada mekanisme internal yang harus dilalui.
“Misalnya, pensiunan ASN, boleh nggak? Boleh, tapi dia masuk PDIP. Boleh tidak mantan TNI? Boleh. Mantan Polri, boleh. Tapi dia nanti akan bergabung dengan PDIP. Itulah guna partai politik, inilah fungsi partai politik. Dan Pak Anies itu beliau kan bukan dari internal PDIP,” tukas Djarot di hadapan awak media.
PDIP pada akhirnya memilih mengusung kader internal mereka untuk Pilkada Jakarta, yaitu Pramono Anung dan Rano Karno. Pasangan ini akan berhadapan dengan Ridwan Kamil-Suswono dan pasangan calon independen lainnya.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: