Politik & Hukum

Bagaimana Nasib Anies Baswedan Jika Gagal Maju Pilgub Jakarta?



NOBARTV NEWS Anies Baswedan sepertinya harus siap-siap dengan skenario terpahit pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Pasalnya hingga saat ini partai pengusungnya belum juga mendapatkan koalisi yang paten. Baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja yang resmi mengusung Anies Baswedan berpasangan dengan Sohibul Iman.

Adapun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem belum bergeming. Dukungan hanya diberikan dalam bentuk pernyataan informal biasa. Belum ada dokumen dukungan resmi dari kedua partai tersebut.

Padahal PKS butuh patner koalisi untuk mengusung Anies Baswedan. Mereka hanya punya 18 kursi DPRD Jakarta. PKS harus mencari minimal 5 kursi lagi agar bisa benar-benar mengusung Anies di Pilgub Jakarta November mendatang.

Dilansir dari rmol.id, Direktur Sentral Politika, Subiran Paridamos menilai peluang Anies Baswedan sangat kecil untuk kembali maju di Pilgub Jakarta. Alasan utamanya adalah karena baru PKS yang menunjukkan keseriusan mereka mendukung Anies. Di samping itu, wacana pembentukan poros KIM Plus membuat Anies makin kesulitan mendapatkan partai pengusung tambahan.

Yang abadi dalam politik hanyalah kepentingan. Masalahnya adalah kepentingan dan keuntungan politik yang ditawarkan KIM Plus dan Anies Baswedan jelas lebih menggiurkan KIM Plus. Maka, tidak mengherankan sejumlah partai pengusung Anies mulai tergoda untuk meninggalkan Anies begitu saja.

Karir Politik Anies Bisa Habis

Lebih lanjut Subiran mengatakan jika tak mendapat tiket maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta, karir politik Anies bisa tamat lebih cepat. Anies akan kehilangan panggung politiknya dan berpotensi menurunkan daya tawar Anies di kancah perpolitikan nasional.

Inilah yang menjadi kekurangan seorang Anies Baswedan sebagai politisi. Biran mengatakan seharusnya Anies Baswedan mengikuti jejak Ridwan Kamil yang bergabung dalam partai politik tertentu sebagai kendaraan politiknya.

“Anies seharusnya mencontoh Ridwan Kamil yang telah dengan tegas menyatakan bergabung ke dalam partai politik dan memilih Golkar sebagai partai pilihannya. Kalau tidak, Anies akan tamat,” tegas Subiran.

Apa yang disampaikan Subiran tersebut cukup masuk akal. Pasalnya keputusan politik di Indonesia memang ditentukan oleh partai politik. Kendaraan politik yang paling mumpuni bahkan satu-satunya saat ini adalah partai politik itu sendiri.

Jika seorang politisi tidak berpartai ia ibarat seorang penumpang yang ingin bepergian tapi tak punya kendaraan sendiri. Alhasil ia harus luntang lantung mencari kendaraan agar bisa sampai ke tujuan yang diinginkan.

Anies abai bahwa politik itu dinamis dan terus berkembang dari waktu ke waktu. Idealisme dalam politik tak akan membawa kesuksesan. Akomodasi kepentingan lah yang menjadi faktor utama dalam kancah politik Indonesia saat ini.

Seandainya Ridwan Kamil bukan kader Partai Golkar belum tentu ia yang akan dicalonkan KIM pada Pilgub Jakarta sekalipun ia memiliki popularitas dan elektabilitas. Begitu juga Dedi Mulyadi di Jawa Barat. Mari bayangkan jika Dedi Mulyadi bukan kader Partai Gerindra apakah ia bisa didaulat sebagai cagub Jawa Barat?

Jika saja Anies Baswedan adalah kader PKS maka ia pasti akan dicalonkan sebagai cagub saja tanpa mengikat dirinya dengan Sohibul Iman, kader PKS itu sendiri. Tak bisa dipungkiri bahwa kengototan PKS mengusung Anies harus berpasangan dengan Sohibul Iman juga berperan dalam deadlock nya koalisi Anies hingga Agustus ini.

Apabila Anies Baswedan sudah mewakili PKS maka PKS tinggal mencari partai lain untuk berkoalisi mendukung Anies dengan cawagub yang diusulkan dari partai tersebut. Sayangnya, Anies bukan kader partai maka ia pun harus menerima konsekuensi pilihannya sendiri.

Demikian rangkuman info menarik dalam artikel berita berjudul Bagaimana Nasib Anies Baswedan Jika Gagal Maju Pilgub Jakarta? yang telah tim penulis NOBARTV NEWS ( ) sarikan dari berbagai sumber terpercaya.

Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini:

Muhammad Izzuddin

Seorang penikmat nasi balap yang suka mengamati dan membicarakan politik dalam negeri. Kadang-kadang menganalisa, memprediksi, dan mencari hal menarik dari setiap peristiwa politik yang terjadi.