NOBARTV NEWS – Dunia Jurnalistik kembali berduka dengan kabar tewasnya jurnalis ketiga di Gaza akibat serangan Israel. Abdul Rahman Tawfiq Al-Abadleh, seorang jurnalis Palestina, dilaporkan tewas di Al-Qarara, Khan Younis, pada Minggu, 18 Mei 2025. Kabar ini pertama kali diungkap melalui cuitan akun X @SuppressedNws pada pukul 06:35 UTC, yang menyebutkan bahwa Abdul Rahman “dimartirkan” dalam serangan tersebut.
Menurut laporan dari @SuppressedNws, Abdul Rahman Tawfiq Al-Abadleh menjadi korban Serangan Israel di wilayah Al-Qarara, Khan Younis, sebuah area di Jalur Gaza selatan. Dalam cuitan tersebut, terdapat foto yang menunjukkan seorang jurnalis mengenakan rompi bertanda “PRESS” sambil memegang kamera, dengan latar belakang yang tampak seperti area Rumah sakit—ditandai dengan keberadaan ranjang pasien dan beberapa orang di sekitarnya.
Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit bahwa jurnalis dalam foto adalah Abdul Rahman, gambar ini diyakini merepresentasikan situasi yang dihadapi para jurnalis di Gaza.
Cuitan tersebut juga merujuk pada dua kejadian sebelumnya yang dilaporkan pada Hari yang sama. Pertama, jurnalis Aziz Al-Hajjar tewas bersama istri dan anak-anaknya dalam Serangan Udara Israel di Bir Al-Naja. Kedua, jurnalis Nour Qandil, suaminya Khaled Abu Sif, dan anak perempuan mereka juga tewas akibat serangan Israel di Deir al-Balah, Gaza tengah.
Ketiga insiden ini menunjukkan pola serangan yang mematikan terhadap jurnalis dan Keluarga mereka di Gaza.
⚡️BREAKING: Third Journalist Killed by Israel.
Journalist Abdul Rahman Tawfiq Al-Abadleh was martyred in Al-Qarara, Khan Younis. https://t.co/laQhIEcTAu pic.twitter.com/aFjhY9Y9Fa
— Suppressed News. (@SuppressedNws) May 18, 2025
Cuitan @SuppressedNws memicu berbagai reaksi keras dari pengguna X. Salah satu pengguna, @jamil1ashraf, menulis, “Setiap hari, seorang jurnalis baru tewas secara diam-diam! Kebebasan berbicara telah menjadi target, sama seperti anak-anak! 🩸💔💔.”
Komentar ini mencerminkan kemarahan dan keprihatinan atas ancaman terhadap Kebebasan Pers di wilayah Konflik. Pengguna lain, @ZarghunaYam, mempertanyakan Tindakan Israel dengan berkata, “Israel punya hak untuk membela diri dari siapa? Dari jurnalis, dari perempuan, pria, dan anak-anak yang tak bersenjata?”
Sementara itu, @MubarakHussenSheikh menyoroti sikap dunia internasional, “Jika dunia memiliki mata untuk melihat, hati untuk merasakan sakit, dan telinga untuk mendengar tangisan warga Palestina, dunia pasti sudah berdiri untuk Palestina sejak puluhan tahun lalu.” Komentar ini menggambarkan frustrasi atas kurangnya respons global terhadap krisis di Gaza.
Kematian Abdul Rahman Tawfiq Al-Abadleh dan jurnalis lainnya menambah daftar panjang korban dari kalangan media di Gaza. Data dari Committee to Protect Journalists (CPJ) hingga Mei 2025 menyebutkan bahwa setidaknya 179 jurnalis dan pekerja media telah tewas sejak konflik Israel-Gaza dimulai pada Oktober 2023. Angka ini menjadikan Gaza sebagai salah satu tempat paling mematikan bagi jurnalis di dunia.
Serangan terhadap jurnalis menimbulkan pertanyaan serius tentang pelanggaran Hukum internasional, khususnya Pasal 79 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa, yang melindungi jurnalis sebagai warga sipil selama konflik bersenjata. Arab and Middle Eastern Journalists Association telah mengutuk keras serangan ini, menyatakan bahwa “menargetkan jurnalis adalah pelanggaran nyata terhadap kebebasan pers dan hukum Hak Asasi Manusia internasional.”
Namun, tuduhan bahwa Israel sengaja menargetkan jurnalis tetap menjadi perdebatan. Israel kerap membantah tuduhan tersebut, dengan alasan bahwa serangan mereka menyasar kelompok militan seperti Hamas. Namun, laporan dari Reporters Without Borders (RSF) menyebutkan bahwa Israel telah menggunakan serangan terarah untuk membunuh jurnalis, termasuk beberapa nama seperti Ismail al-Ghoul dan Hamza Dahdouh.
Pola ini menunjukkan adanya ancaman sistematis terhadap kebebasan pers, yang tidak hanya membahayakan nyawa jurnalis tetapi juga menghambat pelaporan independen dari zona konflik.
Validasi Informasi
Informasi dalam cuitan @SuppressedNws telah diverifikasi melalui beberapa sumber. Pertama, cuitan tersebut konsisten dengan laporan sebelumnya dari akun yang sama tentang kematian jurnalis lain di Gaza pada hari yang sama, menunjukkan adanya pola serangan. Kedua, data dari CPJ dan RSF mendukung narasi bahwa jurnalis di Gaza menghadapi risiko tinggi, dengan banyak kasus serupa yang telah didokumentasikan.
Meskipun identitas jurnalis dalam foto tidak dapat dikonfirmasi secara langsung, konteks dan atribut seperti rompi “PRESS” serta kamera profesional memperkuat kredibilitas laporan ini.
Kematian jurnalis seperti Abdul Rahman tidak hanya merupakan tragedi personal, tetapi juga serangan terhadap kebebasan pers secara global. Jurnalis memainkan peran penting dalam mengungkap kebenaran di tengah konflik, dan serangan terhadap mereka dapat diartikan sebagai upaya untuk membungkam suara yang kritis.
Tanpa kehadiran jurnalis, dunia akan kehilangan akses terhadap informasi yang dapat dipercaya dari Gaza, sebuah wilayah yang telah lama dilanda konflik dan penderitaan.