Timur Tengah

Gaza dalam Kepungan: 300.000 Warga Terlantar, 200 Tewas dalam 48 Jam

48 Jam Maut di Gaza: Ratusan Tewas, Ratusan Ribu Mengungsi



NOBARTV NEWS – Krisis Kemanusiaan di Gaza semakin memburuk setelah pasukan Israel dilaporkan menggusur lebih dari 300.000 warga Palestina dari wilayah utara Gaza dalam kurun waktu 48 jam terakhir. Dalam periode yang sama, lebih dari 200 orang tewas dan sekitar 100.000 unit Rumah hancur akibat serangan militer, demikian laporan dari jurnalis Lokal Motasem A Dalloul melalui akun X-nya, @AbujomaaGaza, pada Sabtu, 17 Mei 2025 pukul 17:23 UTC.

Dalam unggahan tersebut, Motasem membagikan dua foto yang memperlihatkan dampak mengerikan dari Konflik ini. Gambar pertama menunjukkan puing-puing bangunan yang hancur total, dengan warga, termasuk anak-anak, berusaha mencari barang-barang yang tersisa di antara reruntuhan. Gambar kedua menggambarkan sekelompok warga yang mengangkut korban luka parah menggunakan gerobak, sebuah pemandangan yang mencerminkan keterbatasan akses medis di tengah situasi darurat.

“🚨GMO di Gaza: Selama 48 jam terakhir, pasukan pendudukan Israel telah menggusur lebih dari 300.000 warga Palestina dari kota-kota utara Gaza, membunuh lebih dari 200 orang, dan menghancurkan 100.000 unit rumah!” tulis Motasem dalam cuitannya.

Informasi ini selaras dengan laporan dari UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees) yang menyatakan bahwa lebih dari 90 persen unit rumah di Gaza telah rusak atau hancur total selama 15 bulan terakhir. Laporan UNRWA juga mencatat bahwa wilayah Rafah dan Gaza Governorate menjadi area dengan kerusakan terparah, dengan tumpukan puing yang mencapai jumlah terbesar di Gaza Governorate.

Unggahan Motasem memicu gelombang reaksi di Media sosial. Pengguna X dengan akun @Nazaket786786 mengungkapkan kekecewaannya dengan menulis, “Malu pada kita semua 😭💔,” disertai ilustrasi bertuliskan “Gaza 2025: Humanity is Dead.” Sementara itu, @AnnieLaline menyerukan kecaman keras terhadap tindakan yang ia sebut sebagai Genosida, dengan menulis, “Israel membakar bayi hidup-hidup di tenda. Bebaskan kamp Kematian Gaza.

Namun, ada pula pandangan berbeda. Akun @YourJewishMama mempertanyakan langkah Hamas dalam konflik ini, dengan menulis, “Sepertinya sudah mendesak bagi Hamas untuk menyerah. Sudahkah Anda sebagai ‘jurnalis’ melaporkan status keputusan itu?” Komentar ini menunjukkan polarisasi yang tajam dalam narasi publik terkait Konflik Gaza.

Konflik di Gaza yang kembali memanas menunjukkan pola berulang yang telah berlangsung selama puluhan tahun: Kekerasan, Pengungsian massal, dan kehancuran Infrastruktur. Data yang disampaikan Motasem, meskipun belum diverifikasi secara independen oleh pihak ketiga, konsisten dengan laporan organisasi internasional seperti Amnesty International.

Dalam laporan terbarunya pada 5 Desember 2024, Amnesty menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan tindakan yang memenuhi kriteria genosida terhadap warga Palestina di Gaza, dengan kerusakan yang mencakup 70 persen rumah dan ratusan situs Budaya.

Namun, narasi ini juga diwarnai oleh pertanyaan-pertanyaan kritis. Mengapa Gencatan Senjata yang diumumkan pada 19 Januari 2025, sebagaimana dilaporkan UNRWA, tidak mampu menghentikan eskalasi kekerasan?

Laporan UNRWA menyebutkan bahwa lebih dari 630 truk Bantuan Kemanusiaan telah memasuki Gaza pada Hari pertama gencatan senjata, tetapi situasi di lapangan tampaknya belum membaik. Hal ini menunjukkan tantangan besar dalam implementasi kesepakatan damai di tengah ketegangan yang terus berlanjut.

Selain itu, kurangnya akses media independen ke wilayah konflik membuat laporan seperti yang disampaikan Motasem sulit untuk diverifikasi sepenuhnya. Meski demikian, gambar-gambar yang diunggah memberikan bukti visual yang sulit dibantah tentang skala kehancuran dan penderitaan warga sipil.

Ali T, seorang pengguna X dengan akun @turn3685, mengungkapkan solidaritasnya dengan menulis, “Tak seorang pun seharusnya menanggung penderitaan seperti ini. Hati saya bersama setiap orang yang terlantar, berduka, dan ketakutan di Gaza.” Komentar ini mencerminkan empati global yang terus mengalir, meskipun sering kali tidak diimbangi dengan Tindakan Nyata dari komunitas internasional.

Sebaliknya, beberapa pihak seperti @lynborat justru menunjukkan sikap sinis dengan menulis, “fafo… kalian meminta genosida terhadap Alawit dan Druze di Suriah, sekarang nikmati.” Komentar semacam ini memperlihatkan kompleksitas konflik di kawasan yang tidak hanya melibatkan Israel dan Palestina, tetapi juga dinamika regional yang lebih luas.

Data yang disampaikan Motasem dapat dibandingkan dengan laporan resmi dari berbagai organisasi internasional. Menurut Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC), 83 persen populasi Gaza telah menjadi pengungsi internal dalam waktu kurang dari tiga bulan pada 2024, sebuah angka yang mendukung klaim Pengungsian Massal yang disebutkan dalam cuitan.

Sementara itu, laporan Wikipedia tentang invasi Israel ke Gaza mencatat bahwa hingga pertengahan Desember 2024, Israel telah menjatuhkan 29.000 munisi, menghancurkan 70 persen rumah dan ratusan situs budaya, sebuah statistik yang memperkuat laporan tentang kehancuran 100.000 unit rumah dalam cuitan tersebut.

Konflik ini telah menarik perhatian dunia, namun solusi jangka panjang masih jauh dari harapan. Gencatan senjata yang diumumkan pada Januari 2025 seharusnya menjadi titik balik, tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa perdamaian sejati membutuhkan lebih dari sekadar kesepakatan Politik. Bagi warga Gaza, seperti yang tergambar dalam foto-foto Motasem, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup di tengah reruntuhan.

News Thumbnail