NOBARTV NEWS Tiga petinggi smelter swasta kini menghadapi dakwaan serius terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. untuk periode 2015 hingga 2022. Kasus ini merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp300 triliun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, mengungkapkan bahwa ketiga terdakwa tersebut adalah Tamron alias Aon, pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Achmad Albani, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM serta Hasan Tjhie, Direktur Utama CV VIP.
Ketiganya didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang diduga memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, sehingga mengakibatkan kerugian besar bagi negara.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa (26/8), JPU menyebutkan bahwa selain ketiga petinggi smelter, terdapat pula Kwan Yung alias Buyung, seorang pengepul bijih timah, yang juga didakwa dengan perbuatan serupa.
Keempat terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Tamron juga diancam dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena diduga melakukan pencucian uang dari hasil korupsi sebesar Rp3,66 triliun.
Dalam dakwaannya, JPU menjelaskan bahwa Tamron bersama dengan Achmad, Hasan, serta Buyung melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya seperti CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, melakukan pembelian atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Kegiatan ini dilakukan bersama dengan beberapa smelter swasta lainnya, termasuk PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Tindakan tersebut kemudian diteruskan dengan menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah yang berasal dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Total pembayaran yang diterima Tamron melalui CV VIP mencapai Rp3,66 triliun.
JPU juga mengungkapkan bahwa Tamron dan rekan-rekannya terlibat dalam negosiasi dengan PT Timah terkait sewa menyewa smelter swasta. Kesepakatan harga sewa yang disetujui tidak didahului oleh studi kelayakan atau kajian yang memadai, sehingga terdapat indikasi kemahalan harga.
Lebih lanjut, JPU menjelaskan bahwa Tamron bersama Achmad juga diduga memberikan sejumlah uang sebesar Rp325,99 juta kepada Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahbana, untuk mempermudah pengurusan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) CV VIP dan PT MCM.
Pengelolaan dan tata niaga komoditas timah yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, serta praktik-praktik ilegal dalam pembelian dan penjualan bijih timah, menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: