NOBARTV NEWS Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Dhahana Putra menyatakan bahwa rumah sakit, sebagai bagian dari sektor layanan publik, wajib menghormati hak individu dalam beragama, termasuk hak untuk menggunakan hijab bagi pekerjanya. Pernyataan ini disampaikan terkait dengan dugaan pelarangan penggunaan hijab di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta Selatan yang sedang menjadi sorotan publik.
Menurut Dhahana Putra, pelarangan penggunaan hijab di sektor layanan publik tidak hanya melanggar undang-undang tetapi juga mencederai semangat pluralisme dan toleransi yang merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia.
“Sektor layanan publik, termasuk rumah sakit dan lembaga-lembaga pemerintah, seharusnya menjadi teladan dalam menghormati dan melindungi hak-hak individu, termasuk hak untuk menjalankan keyakinan agamanya secara bebas,” tegas Dhahana dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dhahana Putra menggarisbawahi pentingnya kebebasan beragama sebagai hak fundamental yang diakui oleh konstitusi dan dijamin oleh negara. Menurutnya, pelarangan terhadap penggunaan hijab dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sedangkan Pasal 29 ayat (2) memastikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan keyakinannya.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga mengatur bahwa setiap individu berhak memeluk agama dan beribadat sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak tersebut, termasuk dalam hal mengekspresikan keyakinan melalui penggunaan hijab atau simbol agama lainnya.
“Larangan penggunaan hijab di tempat kerja merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak beragama yang dilindungi oleh undang-undang,” ujar Dhahana.
Pentingnya perlindungan hak beragama dalam konteks ketenagakerjaan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini melarang pengusaha untuk melakukan diskriminasi terhadap pekerja atau calon pekerja.
Setiap tenaga kerja harus memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa memandang latar belakang agama, ras, atau keyakinan. Dalam hal ini, kebijakan yang melarang penggunaan hijab jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip nondiskriminasi yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.
Terkait isu pelarangan hijab di rumah sakit swasta yang telah muncul, Dhahana Putra menyatakan keprihatinannya dan menggarisbawahi bahwa kebebasan beragama merupakan salah satu hak fundamental yang harus dihormati dan dilindungi. Dirjen HAM juga menekankan bahwa langkah-langkah proaktif perlu diambil untuk menangani masalah ini.
“Kami berencana mengirimkan tim untuk berkomunikasi langsung dengan pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan,” kata Dhahana.
Langkah tersebut bertujuan untuk mendapatkan klarifikasi mengenai situasi yang sebenarnya dan untuk memastikan bahwa nilai-nilai HAM dihormati dan dijaga di seluruh sektor pelayanan publik.
Dhahana menambahkan bahwa tim akan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Jakarta Selatan terkait permasalahan ini untuk memastikan adanya tindakan yang sesuai.
Sebagai bagian dari komitmen negara dalam menegakkan HAM, Dhahana Putra juga mengimbau semua pihak untuk menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama. Toleransi ini, menurutnya, adalah fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kami mengajak semua pihak di sektor layanan publik untuk menghormati hak-hak beragama dan memastikan bahwa kebijakan internal mereka tidak diskriminatif atau melanggar hak asasi manusia,” tegas Dhahana.
Isu pelarangan hijab di tempat kerja bukanlah hal baru di Indonesia. Beberapa kasus serupa telah terjadi di berbagai sektor.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: