NOBARTV NEWS Presiden Joko Widodo dijadwalkan melantik Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada hari Senin, 19 Agustus 2024. Pelantikan ini menjadi sorotan utama karena Taruna Ikrar menggantikan Penny Lukito dalam posisi yang sangat strategis di bidang pengawasan obat dan makanan di Indonesia.
Taruna Ikrar tiba di Istana Negara pada pukul 08.20 WIB dengan mengenakan setelan jas lengkap, menunjukkan kesiapan dan keseriusannya untuk menjalankan tugas barunya.
Taruna Ikrar lahir di Makassar pada 15 April 1969 dan dikenal luas tidak hanya sebagai akademisi tetapi juga sebagai penulis dan orator. Jejak kariernya yang panjang dan beragam mencerminkan dedikasinya terhadap bidang kedokteran dan penelitian ilmiah.
Taruna Ikrar dikenal aktif dalam organisasi serta kerap membagikan ceramah dan pemikirannya melalui akun YouTube pribadinya.
Taruna Ikrar memulai karier akademisnya sebagai spesialis laboratorium di departemen anatomi dan neurobiologi di Universitas California di Irvine, Amerika Serikat. Di sini, Taruna terlibat dalam penelitian canggih yang berhubungan dengan otak manusia dan neurobiologi.
Pada tahun 2009, ia menjadi salah satu pemegang paten untuk metode pemetaan otak manusia, sebuah pencapaian signifikan dalam bidang ilmu saraf.
Selain itu, Taruna Ikrar merupakan anggota tim peneliti obat dan vaksin di American Society of Gene & Cell Therapy (ASGCT) California. Kontribusinya di bidang ini menunjukkan kemampuannya dalam penelitian yang berkaitan dengan terapi genetik dan sel, yang merupakan area penting dalam pengembangan obat dan vaksin modern.
Taruna Ikrar juga memiliki peran signifikan di organisasi profesi. Ia menjabat sebagai wakil ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada periode 2000-2003 dan merupakan anggota Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
Pada tahun 2011 hingga 2013 dan 2012 hingga 2015, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Umum I-4, sebuah posisi yang mengukuhkan pengaruhnya dalam komunitas ilmiah internasional.
Namun, karier Taruna Ikrar tidak bebas dari kontroversi. Pada tahun 2017, Taruna menjadi perbincangan hangat di media sosial terkait sejumlah klaimnya. Ada keraguan mengenai penghargaan dan gelar guru besarnya di bidang kedokteran spesialis otak.
Di samping itu, klaim bahwa ia menjadi salah satu nominee penerima Nobel tahun 2016 terkait penelitian optogenetics turut memicu perdebatan. Optogenetics adalah teknologi canggih yang menggabungkan genetika dan optik untuk mempelajari fungsi sel-sel saraf, dan klaim ini menambah dimensi kontroversial dalam kariernya.
Taruna Ikrar juga mengklaim sebagai dekan dan profesor di Pacific Health Science University (PHSU) dan National Health University. Namun, klaim ini juga dipertanyakan oleh beberapa pihak, yang menunjukkan adanya ketidakpastian mengenai gelar-gelar akademis yang dimilikinya.
Pada tahun 2023, Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut gelar profesor Taruna Ikrar yang sebelumnya tercatat sebagai guru besar di Universitas Malahayati, Bandar Lampung. Pencabutan gelar tersebut tertuang dalam Keputusan Mendikbudristek No 48674/M/07/2023 tentang Penyetaraan Jabatan Akademik Dosen.
Selain masalah akademis, Taruna Ikrar juga terlibat dalam polemik di dunia kedokteran Indonesia. Pada tahun 2020, ia diangkat oleh Menteri Kesehatan Terawan Putranto sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Pengangkatan ini menuai protes dari IDI yang memiliki pandangan berbeda dengan Terawan, yang dikenal dengan metode medis “cuci otak” dan vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto. Polemik ini mencerminkan ketegangan antara berbagai kelompok dalam dunia medis di Indonesia.
Taruna Ikrar juga berperan sebagai promotor pengukuhan Terawan Putranto sebagai Profesor Kehormatan di Universitas Pertahanan RI (Unhan) pada tahun 2022, setelah Terawan tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: