NOBARTV NEWS Polemik Nasab – Polemik soal Nasab Ba’alawi hingga saat ini tak menemui ujung. Meski pada mulanya polemik tersebut berlangsung ilmiah, tetapi semakin ke sini berubah menjadi hasutan kebencian yang memecah belah. Publik alih-alih memperoleh titik temu permasalahan sehingga menemukan kebenaran, justru mereka termakan hasutan kebencian.
Berawal dari sebuah tesis yang ditulis KH. Imaduddin Utsman secara tegas menyatakan bahwa silsilah nasab atau garis keturunan habaib di Indonesia terputus dari Abdullah atau Ubaidillah. Alasannya bahwa sejak Ahmad hidup pada abad ke empat hingga abad ke sembilan tidak ada keterangan yang menyebutkan Ubaidillah sebagai putra dari Ahmad bin Isa.
Metode yang digunakan oleh KH. Imaduddin Utsman untuk konfirmasi nasab yang valid (sahih) dengan cara looking up (meneliti ke atas) dan looking down (meneliti dari atas). Kitab nasab sebagai dasar kesahihan nama seseorang yang ditulis di zaman itu.
Menurut Muhammad Hanif Alhatas, validasi nasab yang dilakukan Imaduddin Utsman adalah salah. Imaduddin secara tegas mensyaratkan adanya kitab yang ditulis pada masa Ahmad bin Isa atau mendekatinya. Imaduddin menganggap kitab-kitab yang ditulis setelahnya sebagai sumber yang tidak mu’tabar.
Menurut Hanif Alathas, syarat yang disebutkan Imaduddin merupakan syarat yang dibuat-buat. Hanif mengatakan bahwa ulama ahli nasab sebelumnya tidak satu pun yang mensyaratkan demikian. Ia juga menambahkan kesaksian-kesaksian ulama besar dari masa ke masa telah cukup sebagai syarat keabsahan Bani Alawi.
Selain itu Hanif Alathas juga menyatakan nasab bukan dalam ranah ijtihad, melainkan hasil verifikasi data-data murni sebelumnya, baik data tertulis maupun data tidak tertulis.
Landasan yang dijadikan alasan diterimanya silsilah nasab habaib sebagai keturunan Nabi termuat dalam situs resmi pp al-anwar yang berjudul Ta’dzim Habaib Bani Alawi. Pada situs tersebut disebutkan, ada enam alasan utama yakni:
- Tidak ada bukti satupun ulama yang menyaratkan bukti selamanya untuk ketetapan nasab seseorang.
- Melanjutkan manhaj taslim, dan percaya pada ulama.
- Meyakini bahwa tidak disebut bukan berarti menafikan
- Meneladani sikap masyayikh dan ulama terdahulu.
- Meragukan nasab Bani Alawi adalah sikap yang su’ul adab.
- Tidak terjebak dalam upaya-upaya politis di balik isu ini. Patut adanya kewaspadaan bahwa gerakan menyebar keraguan terhadap para habaib dapat ditunggu ditunggangi kekuatan-kekuatan politik tertentu.
Walaupun perdebatan berlangsung ilmiah, tetapi polemik ini tak menemukan titik ujung untuk dijadikan fakta kebenaran. Hingga tiba pada sebuah permintaan terbuka Imaduddin menantang sejumlah habib untuk melakukan tes DNA demi validasi darah Nabi Muhammad SAW.
Lantas pertanyaannya, apakah tes DNA bisa menentukan nasab? Untuk mengetahui selengkapnya simak penjelasan dari Buya Yahya berikut.
Dalam pengajiannya, Buya Yahya menjelaskan bahwa untuk menetapkan nasab ada metode dan ilmunya. Menurutnya tes DNA tidak termasuk dalam metode untuk menentukan nasab.
“Menentukan nasab ada ilmunya, DNA tidak masuk dalam hal ini, dan justru bahaya sekali kalau sudah orang masuk pembahasan bahasan seperti ini,” kata Buya dikutip pada Minggu, 21 Juli 2024 dari kanal Youtube Al-Bahjah TV.
Buya Yahya mengungkapkan, DNA berfungsi seperti untuk pembuktian masalah kejahatan, bukan untuk pembuktian nasab. Karena menurut Buya, DNA kemungkinan bisa sesuai atau valid walaupun tanpa sebab pernikahan. Sementara dalam Islam ada namanya pernikahan yang sah.
“DNA baru berguna nanti adalah misalnya untuk masalah kejahatan, bukan urusan nasab, kalau nasab sudah ada di dalam Islam hati-hati bahaya sekali nanti, sebab kalau DNA itu tidak kenal akad nikah, biarpun tidak nikah DNA bisa saja nyambung ndak ada namanya pernikahan, sementara di dalam Islam ada namanya pernikahan yang sah,” ungkapnya.
Baca Juga Ipar Adalah Maut, Begini Penjelasannya dalam Islam
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: