NOBARTV NEWS Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menunjukkan keseriusan mereka ingin mengembalikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke NU. Hal itu ditunjukkan pada Rapat Pleno NU yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Salah satu poin hasil rapat pleno tersebut adalah tindak lanjut persiapan pansus pengembalian PKB ke PBNU.
PBNU telah menunjuk 2 orang dari internal mereka yang bertugas untuk mendalami dan memberikan rekomendasi langkah-langkah tindak lanjut. Mereka adalah Kiai Anwar Iskandar, Wakil Rais Aam dan Bapak Amin Said Husni, Wakil Ketua Umum saat ini. Penunjukkan 2 tokoh ini mempertimbangkan kiprah keduanya dalam sejarah PKB.
Kiai Anwar Iskandar merupakan salah satu pendiri PKB yang masih tersisa. Ia ikut serta dalam peristiwa sejarah berdirinya PKB. Adapun Said Husni merupakan Wakil Sekretaris Jenderal (wasekjen) DPP PKB pertama.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Multimedia Nusantara, Ambang Priyonggo, menilai motif politik lah yang mendasari manuver PBNU tersebut.
“Kalau melihat paparan pleno PBNU, tidak ada alasan objektif untuk mempersoalkan hubungan NU dan PKB. Apa yang disampaikan oleh PBNU lebih ke alasan subjektif-politis karena merasa elite nya tidak dihiraukan oleh PKB,” kata Ambang sebagaimana dikutip dari liputan6.com.
Lebih lanjut lagi, menurut Ambang setidaknya ada 5 alasan dibalik keinginan PBNU merebut kembali PKB.
1. PKB Semakin Jarang Konsultasi dengan PBNU
PBNU merasa mereka sudah tidak pernah dilibatkan lagi dalam gerak langkah politik PKB. Padahal, menurut PBNU mereka harus dimintai pertimbangan karena menjadi representasi kaum nahdliyin. Kenyataannya PKB tak pernah melakukan hal itu.
Puncaknya adalah ketika Muhaimin Iskandar memutuskan maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Anies Baswedan. Hal itu tidak pernah dikonsultasikan dengan PBNU. Alhasil, PBNU dan PKB punya afiliasi politik yang berbeda pada pilpres 2024 kemarin.
2. PKB tidak mempertimbangkan kader NU dalam Pilkada
Asumsi ini muncul karena PKB sampai detik ini tak kunjung mendukung Khofifah Indar Parawansa dalam Pilgub Jawa Timur. Padahal Khofifah merupakan Ketua Pimpinan Pusat Muslimat NU. Besar kemungkinan PKB akan mendukung calon lain.
Akan tetapi di sejumlah daerah lain calon-calon kepala daerah yang diusung PKB masih banyak yang berasal dari unsur NU.
3. PKB lebih berorientasi kekuasaan
Menurut PBNU PKB terlalu bernafsu untuk berkuasa sehingga akhirnya kerap berseberangan dengan PBNU. Elite PBNU juga mengingatkan bahwa tanpa NU PKB tidak akan bisa berkuasa. Buktinya adalah kekalahan PKB pada pilpres 2024 lalu.
4. PKB Semakin tergantung dengan Muhaimin Iskandar
PKB dipimpin oleh Muhaimin Iskandar sejak tahun 2005. Praktis sejak itu ia tak tergantikan sebagai nahkoda PKB. Akan tetapi, ia dapat membuktikan kemampuannya membuat PKB tetap bertahan dan masuk jajaran papan atas partai politik di Indonesia.
Bertahannya Muhaimin Iskandar di kursi ketua umum dalam waktu yang cukup lama menurut PBNU tidak baik untuk PKB. PKB tidak boleh bergantung hanya pada 1 sosok saja.
5. Pernyataan elite PKB semakin menyerang PBNU
Perang dingin PKB vs PBNU memang terjadi sudah cukup lama. Segelintir elite PKB pernah membuat pernyataan yang menyerang langsung petinggi PBNU. Akan tetapi, hal serupa juga dilakukan oleh PBNU terhadap petinggi PKB.
PBNU, misalnya kerap menyinggung sejarah Cak Imin – sapaan akrab Muhaimin Iskandar – yang dituding merebut PKB dari pamannya sendiri, Gus Dur. Sedangkan Cak Imin kerap menghimbau agar publik tak perlu mendengar PBNU.