NOBARTV NEWS Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa usaha asuransi jiwa syariah mengalami kerugian selama dua bulan berturut-turut pada April dan Mei 2024. Tren negatif ini terjadi setelah sebelumnya mencatat penurunan laba sejak Januari.
Pada awal tahun, tepatnya Januari 2024, laba usaha asuransi jiwa syariah tercatat sebesar Rp141,70 miliar.
Namun, laba ini menurun menjadi Rp121,51 miliar pada Februari dan menyusut lebih jauh menjadi Rp93,33 miliar di bulan Maret.
Keadaan semakin memburuk ketika asuransi jiwa syariah mencatat kerugian sebesar Rp99,25 miliar pada April, yang kemudian diikuti dengan kerugian Rp85,01 miliar pada Mei.
Pengamat asuransi, Abitani Taim, mengidentifikasi empat faktor utama yang berkontribusi terhadap kerugian ini.
Pertama, pendapatan kontribusi asuransi syariah yang tidak mencapai target. Kedua, hasil investasi dana perusahaan yang tidak memenuhi harapan. Ketiga, tingginya klaim termasuk klaim penebusan polis.
“Yang keempat adalah beban operasional yang tinggi,” ungkap Abitani kepada Bisnis pada Minggu (28/7/2024).
Data dari OJK menunjukkan bahwa kontribusi neto asuransi jiwa syariah pada Mei 2024 mencapai Rp8,70 triliun, dengan pendapatan hasil investasi dan ujroh pengelolaan investasi sebesar Rp278,55 miliar.
Di sisi lain, beban klaim neto tercatat sebesar Rp7,09 triliun, dan beban usaha mencapai Rp1,74 triliun.
Sebagai solusi, Abitani menyarankan agar literasi asuransi syariah ditingkatkan dengan pendekatan yang lebih tepat, melibatkan para ahli hukum syariah.
Selain itu, inovasi produk asuransi syariah yang berbeda dari asuransi konvensional juga perlu dilakukan untuk meningkatkan daya tarik dan bisnis di sektor ini.
Berbeda dengan asuransi jiwa syariah yang mengalami kerugian, asuransi jiwa konvensional mencatat laba komprehensif sebesar Rp374,69 miliar pada Mei 2024.
Laba ini merupakan pemulihan dari kerugian sebesar Rp646,34 miliar pada April. Secara tren, asuransi jiwa konvensional menunjukkan peningkatan laba berturut-turut sejak Januari hingga Maret, dengan angka masing-masing sebesar Rp275,43 miliar, Rp745,56 miliar, dan Rp1,54 triliun.
“Dengan literasi yang lebih baik dan produk yang khas serta kesamaan visi antara pelaku industri dan regulator, saya yakin perkembangan asuransi jiwa syariah akan membaik,” tambah Abitani.
Apa itu Asuransi Jiwa Syariah
Sebagai informasi, asuransi jiwa syariah adalah produk asuransi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah Islam.
Perusahaan asuransi memberikan santunan kepada ahli waris jika peserta yang diasuransikan meninggal dunia.
Konsep ini berfokus pada prinsip tolong-menolong dan saling melindungi antar peserta, berbeda dengan asuransi konvensional yang lebih bersifat komersial dan berorientasi pada pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi.
Asuransi jiwa syariah mengusung lima nilai utama: adil, transparan, inklusif, penuh kasih, serta saling melindungi dan tolong-menolong.
Nilai-nilai ini memastikan bahwa semua peserta diperlakukan dengan adil, informasi produk dan kebijakan jelas, terbuka untuk semua kalangan, mengutamakan kepedulian antar peserta, dan mendorong peserta untuk saling membantu dalam menghadapi risiko.
Dalam asuransi jiwa syariah, terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas memastikan bahwa semua praktik dan produk sesuai dengan prinsip syariah.
Ini mencakup penggunaan akad yang sesuai, seperti akad wakalah (perwakilan) dan mudharabah (bagi hasil) untuk pengelolaan premi.
Perbedaan utama dengan asuransi konvensional adalah dalam hal pengelolaan risiko dan tujuan.
Dalam asuransi syariah, risiko dibagi di antara peserta, sedangkan dalam asuransi konvensional, risiko dipindahkan ke perusahaan asuransi.
Selain itu, asuransi syariah lebih menekankan pada aspek sosial dan tolong-menolong, sementara asuransi konvensional berfokus pada keuntungan finansial.*