NOBARTV NEWS Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansah baru-baru ini menyuarakan kekhawatirannya tentang rancangan aturan baru yang diwacanakan oleh pemerintah Indonesia terkait kewajiban asuransi third party liability (TPL) untuk kendaraan bermotor mulai Januari 2025.
Menurutnya, kebijakan ini muncul tiba-tiba tanpa adanya penjelasan yang memadai kepada masyarakat, sehingga menimbulkan kebingungan dan pertanyaan mengenai urgensi serta manfaatnya.
Trubus Rahadiansah berpendapat bahwa kebijakan ini terkesan memiliki agenda tersembunyi yang bertujuan untuk mengumpulkan dana publik.
Dalam wawancara yang dilakukannya, ia menyoroti bahwa pemerintah sering kali mengumpulkan dana melalui berbagai cara, namun publik jarang mengetahui bagaimana dana tersebut digunakan secara transparan.
“Bukan hanya bingung, tetapi juga terkejut dengan kebijakan itu sendiri. Karena seolah-olah pemerintah punya agenda lain yang kemudian publik mulai menyoroti sebagai upaya untuk pengumpulan dana publik,” ungkapnya dalam wawancara baru-baru ini.
Pernyataan ini mencerminkan rasa skeptis yang wajar di kalangan masyarakat yang merasa kurang diberi informasi mengenai kebijakan tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), pemerintah memang memiliki kewenangan untuk membentuk program asuransi wajib yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam pasal 39A beleid tersebut, disebutkan bahwa pemerintah dapat mengeluarkan aturan mengenai program asuransi wajib ini, yang diharapkan akan diterapkan paling lambat dua tahun setelah undang-undang ini diresmikan.
Hal ini berarti, pada Januari 2025, semua kendaraan bermotor di Indonesia wajib memiliki asuransi TPL.
Asuransi TPL adalah produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.
Meskipun saat ini asuransi TPL sudah tersedia, sifatnya masih sukarela, sehingga belum banyak pemilik kendaraan yang memilikinya.
Dengan adanya kewajiban ini, pemerintah berharap dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa aturan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pemilik kendaraan bermotor.
“Dan diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib itu sesuai dengan UU paling lambat 2 tahun sejak PPSK, artinya Januari 2025 setiap kendaraan ada TPL,” jelasnya dalam wawancara terpisah.
Ia juga menambahkan bahwa aturan ini bukan hanya untuk melindungi pihak ketiga, tetapi juga untuk menciptakan sistem asuransi yang lebih terstruktur dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Namun, meski tujuan dari kebijakan ini terdengar mulia, banyak pihak yang masih meragukan efektivitasnya.
Beberapa kritik muncul dari kalangan masyarakat yang menilai bahwa kebijakan ini akan menambah beban biaya bagi pemilik kendaraan, terutama mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Mereka berpendapat bahwa biaya premi asuransi TPL, meskipun relatif terjangkau, tetap menjadi pengeluaran tambahan yang harus dipertimbangkan di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil.
Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai implementasi kebijakan ini di lapangan. Apakah semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan institusi terkait, siap untuk menjalankan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan ini dengan baik? Kesiapan infrastruktur dan sistem pendukung menjadi faktor penting yang harus dipastikan agar kebijakan ini dapat berjalan efektif dan mencapai tujuannya.
Sebagai tanggapan atas kekhawatiran ini, Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa OJK bersama dengan pemerintah akan melakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya asuransi TPL dan bagaimana cara mengaksesnya.
“Kami akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa informasi mengenai asuransi TPL ini tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Kami juga akan mengembangkan sistem pengawasan yang efektif untuk memastikan bahwa kebijakan ini dapat berjalan dengan baik,” tambahnya.
Pada akhirnya, keberhasilan dari kebijakan ini sangat tergantung pada seberapa baik pemerintah dapat mengkomunikasikan manfaat dan pentingnya asuransi TPL kepada masyarakat. Transparansi dalam penggunaan dana dan implementasi yang efektif di lapangan juga menjadi kunci utama agar masyarakat dapat menerima dan mendukung kebijakan ini.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat pro dan kontra mengenai kewajiban asuransi TPL untuk kendaraan bermotor, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat dalam lalu lintas.
Dengan adanya asuransi TPL, korban kecelakaan lalu lintas dapat menerima kompensasi yang layak, sehingga mengurangi beban finansial yang harus mereka tanggung.
Bagi pemerintah, ini juga merupakan langkah untuk menciptakan sistem asuransi yang lebih terstruktur dan dapat diandalkan di masa depan.
Dalam situasi ini, peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberikan masukan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan ini.
Dengan demikian, diharapkan kebijakan ini tidak hanya menjadi aturan yang berjalan di atas kertas, tetapi juga dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh masyarakat Indonesia.