NOBARTV NEWS Asuransi wajib pihak ketiga (third party liability/TPL) adalah salah satu bentuk perlindungan yang diberikan kepada masyarakat untuk memastikan bahwa setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan raya memiliki jaminan ganti rugi bagi pihak ketiga yang terkena dampak dari risiko yang disebabkan oleh kendaraan tersebut.
Di Indonesia, kewajiban untuk memiliki asuransi TPL ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan popularitas kendaraan listrik, muncul usulan untuk membedakan premi asuransi wajib bagi kendaraan listrik dan nonlistrik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa hingga saat ini, tarif premi untuk asuransi wajib kendaraan listrik masih menggunakan tarif yang sama dengan kendaraan nonlistrik.
“Jadi, pricing (tarif) untuk asuransi wajib kendaraan listrik, masih menggunakan tarif sama dengan kendaraan yang nonlistrik,” kata Ogi dalam wawancara baru-baru ini.
Hal ini dikarenakan skema pembelian asuransi bagi kendaraan listrik melalui perusahaan pembiayaan masih menggunakan skema yang sama dengan kendaraan nonlistrik.
Namun, dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan listrik di Indonesia, saran terkait perbedaan premi tersebut mulai muncul.
Salah satu alasan utama adalah adanya perbedaan risiko antara kendaraan listrik dan nonlistrik. Kendaraan listrik, misalnya, memiliki komponen baterai yang berbeda dan teknologi yang lebih canggih dibandingkan dengan kendaraan bermesin pembakaran internal.
Risiko kebakaran, kerusakan komponen elektronik, serta biaya perbaikan yang lebih tinggi menjadi beberapa faktor yang mendasari usulan pembedaan premi asuransi tersebut.
Meskipun demikian, pengubahan tarif premi ini kemungkinan tidak akan diterapkan pada tahun ini. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan untuk menunggu terbitnya berbagai aturan terkait yang sedang disusun oleh pemerintah.
UU P2SK yang menjadi dasar hukum kewajiban asuransi TPL baru diberlakukan pada tahun 2023, dan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum asuransi wajib tersebut pun tengah disusun.
Diharapkan, PP ini dapat diterbitkan pada Januari 2025, sesuai dengan ketentuan bahwa aturan turunan dari UU harus diterbitkan dalam jangka waktu dua tahun sejak UU tersebut berlaku.
Seiring dengan perkembangan ini, pasar kendaraan listrik di Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.
Market share dari kendaraan listrik hibrida (hybrid vehicle) maupun kendaraan listrik penuh (fully electric vehicle/EV) telah mencapai sekitar 9 persen.
Angka ini menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat yang mulai beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Dengan demikian, kebutuhan akan regulasi yang lebih adil dan sesuai dengan karakteristik kendaraan listrik menjadi semakin penting.
Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan beberapa hal dalam penyusunan kebijakan tarif premi asuransi TPL bagi kendaraan listrik.
Pertama, perlu dilakukan kajian mendalam terkait risiko yang spesifik pada kendaraan listrik. Kajian ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk industri otomotif, perusahaan asuransi, serta lembaga penelitian.
Kedua, diperlukan transparansi dalam proses penetapan tarif premi agar masyarakat dapat memahami alasan di balik perbedaan tarif tersebut.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi pemilik kendaraan listrik. Insentif ini bisa berupa pengurangan pajak, subsidi, atau kemudahan dalam proses administrasi asuransi.
Tujuannya adalah untuk mendorong lebih banyak orang untuk beralih ke kendaraan listrik, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada lingkungan.
Di sisi lain, perusahaan asuransi juga harus siap untuk menghadapi tantangan baru ini. Mereka perlu mengembangkan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan pemilik kendaraan listrik, serta menyediakan layanan yang cepat dan efisien dalam menangani klaim.
Pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya asuransi TPL dan perbedaan risiko antara kendaraan listrik dan nonlistrik juga harus ditingkatkan.
Dalam menghadapi perubahan ini, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci utama.
Pemerintah harus berperan aktif dalam menyusun regulasi yang adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
Industri otomotif dan asuransi perlu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, sementara masyarakat harus lebih sadar akan pentingnya memiliki asuransi yang sesuai dengan kendaraan yang mereka miliki.
Dengan demikian, usulan pembedaan premi asuransi wajib pihak ketiga bagi kendaraan listrik dan nonlistrik bukan hanya langkah menuju regulasi yang lebih adil, tetapi juga sebagai upaya untuk mendukung perkembangan teknologi ramah lingkungan di Indonesia.
Harapannya, kebijakan ini dapat segera diterapkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan semua pihak yang terlibat.
Di masa depan, kita semua berharap bahwa jalan raya Indonesia akan dipenuhi oleh kendaraan yang tidak hanya aman dan terjamin, tetapi juga lebih bersahabat dengan lingkungan.