NOBARTV NEWS – hubungan diplomatik antara Israel dan Suriah memasuki babak baru. Setelah lebih dari satu dekade tanpa kontak resmi, kedua negara dilaporkan tengah menjajaki normalisasi hubungan dengan mediasi Amerika Serikat dan negara-negara Teluk. Namun, Isu Sensitif tentang Dataran Tinggi Golan kembali menjadi sorotan utama dalam perundingan tersebut.
Langkah ini menjadi Kejutan besar dalam Dinamika Politik Timur Tengah. Menurut laporan eksklusif dari Axios dan Reuters, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah secara langsung meminta bantuan utusan khusus Amerika, Tom Barrack, untuk memfasilitasi dialog dengan Pemerintahan Baru Suriah yang kini dipimpin oleh Ahmad al‑Sharaa (Abu Muhammad al-Julani), menggantikan Bashar al-Assad.
Negosiasi Langka Sejak 2011
Ini merupakan upaya resmi pertama dari kedua negara sejak pecahnya perang saudara di Suriah pada 2011. Perang panjang tersebut membuat Suriah terisolasi secara diplomatik, dan kehadiran milisi Iran serta Hezbollah di wilayahnya selama bertahun-tahun telah memperkeruh Hubungan Dengan Israel.
Dalam dokumen yang bocor ke media internasional, disebutkan bahwa Israel mengajukan sejumlah prasyarat utama dalam proses normalisasi:
- Penarikan penuh milisi Iran dan Hezbollah dari Suriah selatan,
- Zona demiliterisasi di provinsi Quneitra, Daraa, dan Suweyda,
- Tidak adanya kehadiran militer Turki di wilayah Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel.
Persyaratan ini menunjukkan bahwa fokus utama Israel tetap pada Keamanan kawasan perbatasan dan pengurangan pengaruh Teheran.
Isu Dataran Tinggi Golan: Antara Kepentingan dan Klaim Historis
Namun, persoalan yang paling krusial dalam negosiasi ini adalah status Dataran Tinggi Golan, wilayah strategis yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari tahun 1967 dan secara sepihak dicaplok pada 1981. Komunitas internasional—termasuk PBB—tidak pernah mengakui aneksasi tersebut, dan Suriah selama ini konsisten menuntut pengembalian wilayah itu.
Muncul spekulasi bahwa dalam kerangka kesepakatan baru, Suriah akan “secara diam-diam menerima” status quo de facto Israel atas Dataran Tinggi Golan, sebagai bagian dari konsesi untuk meraih normalisasi dan bantuan rekonstruksi pascaperang. Namun, belum ada konfirmasi resmi dari Damaskus mengenai hal ini.
Beberapa media Timur Tengah dan Pengamat Politik menyebut bahwa jika benar Dataran Tinggi Golan menjadi bagian dari kesepakatan, maka ini bisa menjadi titik balik Geopolitik yang sangat besar, bahkan lebih monumental dari Abraham Accords antara Israel dan negara-negara Arab lainnya.
Peran AS dan Negara Teluk
Amerika Serikat, khususnya dalam masa pemerintahan saat ini, mengambil peran aktif sebagai mediator, bersama dengan Uni Emirat Arab dan Qatar. Mereka melihat potensi besar dalam rekonsiliasi ini untuk menstabilkan kawasan selatan Suriah yang selama ini menjadi ladang Konflik dan zona abu-abu keamanan.
Diplomat anonim menyatakan bahwa inisiatif ini didasarkan pada “realisme strategis”, mengingat Suriah butuh Investasi dan rekonstruksi, sementara Israel menginginkan perbatasan utara yang aman dari ancaman militer langsung.
Tensi Masih Terasa di Lapangan
Meskipun Diplomasi berlangsung, tensi militer di lapangan belum sepenuhnya reda. Tiga pekan lalu, dua roket dilaporkan ditembakkan dari wilayah Suriah ke arah Dataran Tinggi Golan, memicu respons militer dari Israel yang membombardir posisi milisi di provinsi Daraa. Pemerintah Suriah menyangkal keterlibatan mereka, dan menyebut insiden itu sebagai provokasi tak teridentifikasi.
Hal ini menunjukkan bahwa meski dialog berlangsung, faktor-faktor non-negara dan kelompok milisi masih dapat mengganggu proses yang sedang dirintis.
Tabel Ringkasan Poin-Poin Penting
Sebagai rangkuman dari proses yang tengah berjalan ini, berikut adalah poin-poin penting yang dapat mencerminkan kompleksitas serta peluang dalam normalisasi hubungan Israel dan Suriah:
No. | Poin Kesimpulan | Keterangan Singkat |
---|---|---|
1 | Israel dan Suriah menjajaki normalisasi hubungan | Dimediasi oleh AS, UAE, dan Qatar; pertama sejak 2011 |
2 | Fokus utama Israel: keamanan dan demiliterisasi wilayah perbatasan | Termasuk penarikan milisi Iran dan Hezbollah dari Suriah selatan |
3 | Status Dataran Tinggi Golan menjadi isu paling sensitif | Israel ingin mempertahankan aneksasi; Suriah belum memberi konfirmasi sikap resminya |
4 | Suriah berpotensi menerima status quo atas Golan demi bantuan dan stabilitas | Namun belum ada pernyataan terbuka dari Damaskus |
5 | Peran aktif Amerika Serikat dan negara-negara Teluk sebagai mediator | Mendorong stabilisasi kawasan dan Peluang Investasi pascakonflik |
6 | Ketegangan militer masih terjadi di wilayah perbatasan | Roket dari Suriah dibalas Serangan Israel; potensi sabotase dari kelompok non-negara |
7 | Normalisasi berpotensi monumental dalam sejarah diplomasi Timur Tengah | Tapi keberhasilannya masih tergantung pada kompromi Golan dan dinamika internal Suriah |
Normalisasi Israel–Suriah, jika benar-benar tercapai, akan menjadi pencapaian diplomatik bersejarah yang dapat mengubah lanskap geopolitik kawasan. Namun, Jalan menuju perjanjian final masih panjang dan sarat tantangan. Isu Dataran Tinggi Golan akan tetap menjadi batu ujian utama yang menentukan apakah proses ini akan melahirkan stabilitas baru, atau kembali kandas seperti upaya-upaya sebelumnya.