Timur Tengah

Ketegangan AS-Israel Memuncak: Trump Ancam Hentikan Bantuan Militer

Trump vs Netanyahu: Ancaman Penghentian Bantuan Militer dari AS



NOBARTV NEWShubungan antara Amerika Serikat dan Israel kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump, mengeluarkan pernyataan keras yang mengancam untuk menghentikan bantuan militer ke Israel. Pernyataan ini muncul di tengah Eskalasi Konflik di Timur Tengah, khususnya terkait operasi Militer Israel di Gaza dan Lebanon. Ancaman tersebut pertama kali diunggah oleh akun X @SuppressedNws pada Selasa, 20 Mei 2025, malam, dan segera menjadi sorotan dunia.

Menurut laporan yang dikutip dari Reuters, Trump menyampaikan pernyataan tersebut melalui sebuah wawancara dengan media di Washington D.C. pada 20 Mei 2025. “Jika Israel tidak segera menghentikan operasi militernya yang sembrono, kami akan mempertimbangkan untuk menghentikan semua bantuan militer. Amerika tidak akan terus mendanai konflik yang tidak terkendali,” kata Trump dengan nada tegas. Pernyataan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat AS telah lama menjadi sekutu utama Israel, dengan bantuan militer tahunan mencapai miliaran Dolar.

Latar Belakang Ketegangan

Ketegangan ini tidak muncul tanpa sebab. Berdasarkan laporan Al Jazeera pada 19 Mei 2025, Operasi Militer Israel di Gaza telah menewaskan ratusan warga sipil dalam beberapa minggu terakhir, memicu kecaman internasional. Selain itu, serangan Israel di Lebanon selatan, yang menargetkan kelompok Hizbullah, juga telah memperburuk situasi Kemanusiaan di kawasan tersebut. PBB melaporkan bahwa lebih dari 200.000 orang mengungsi akibat konflik ini, dengan Infrastruktur sipil seperti rumah sakit dan sekolah menjadi sasaran serangan.

Sementara itu, Trump, yang baru kembali menjabat sebagai presiden sejak Januari 2025, tampaknya ingin menunjukkan pendekatan berbeda dalam Kebijakan Luar Negeri AS. Dalam laporan CNN pada 21 Mei 2025, seorang pejabat senior Gedung Putih yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan bahwa Trump merasa frustrasi dengan sikap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dianggap tidak responsif terhadap upaya mediasi AS. “Presiden merasa Israel tidak menghormati posisi AS sebagai sekutu. Ini bukan soal mengabaikan Israel, tetapi soal memastikan bahwa tindakan mereka tidak memperburuk situasi regional,” ujar sumber tersebut.

Reaksi dan Analisis

Pernyataan Trump langsung memicu reaksi beragam. Di Israel, Netanyahu menanggapi dengan nada menantang. Dalam sebuah Konferensi Pers di Yerusalem pada 21 Mei 2025, ia menyatakan bahwa Israel akan terus melakukan apa yang dianggap perlu untuk melindungi rakyatnya. “Kami menghargai dukungan AS, tetapi Keamanan Israel adalah prioritas utama kami. Kami tidak akan tunduk pada tekanan,” tegas Netanyahu, seperti dilansir BBC.

Di sisi lain, kelompok Hak Asasi Manusia menyambut baik langkah Trump. Al Mezan Center for Human Rights, yang berbasis di Gaza, menyatakan bahwa ancaman ini bisa menjadi titik tekan bagi Israel untuk menghentikan pelanggaran HAM. Dalam pernyataan resminya pada 20 Mei 2025, mereka menyebut bahwa “komunitas internasional harus memanfaatkan momentum ini untuk memastikan Israel mematuhi Hukum internasional.”

Namun, sejumlah analis memperingatkan bahwa ancaman Trump bisa memperkeruh hubungan bilateral AS-Israel. Menurut Dr. Ahmad Fuadi, seorang pakar Timur Tengah dari Universitas Indonesia, langkah ini mencerminkan perubahan Dinamika Politik di AS. “Trump ingin menunjukkan bahwa ia tidak akan menjadi sekutu yang pasif seperti pendahulunya. Namun, jika bantuan militer benar-benar dihentikan, ini bisa memicu ketidakstabilan lebih lanjut di kawasan, terutama jika Israel merasa ditinggalkan,” ujarnya kepada Nobartv News.

Konteks Global dan Regional

Konflik ini terjadi di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian. Laporan terbaru dari Al Jazeera menunjukkan bahwa negara-negara Teluk, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, mulai menjauhkan diri dari dukungan terbuka terhadap Israel, terutama setelah meningkatnya tekanan publik di dunia Arab terkait Krisis Kemanusiaan di Gaza. Sementara itu, Iran, yang mendukung Hizbullah, telah meningkatkan retorika anti-Israel, memicu kekhawatiran akan eskalasi yang lebih luas.

Di sisi lain, posisi Trump juga harus dilihat dalam konteks domestik AS. Dengan pemilu sela yang akan berlangsung pada 2026, Trump tampaknya berusaha menarik simpati pemilih yang kritis terhadap kebijakan luar negeri AS, terutama di kalangan kelompok progresif yang menentang dukungan tanpa syarat untuk Israel.

Apa Selanjutnya?

Pertanyaan besar kini adalah bagaimana langkah Trump akan diterjemahkan ke dalam kebijakan konkret. Apakah ancaman ini hanya retorika untuk menekan Israel, atau apakah AS benar-benar akan mengubah arah kebijakannya? Yang jelas, hubungan AS-Israel sedang berada di persimpangan kritis, dan dunia Menanti langkah berikutnya dari kedua pemimpin ini.

Sebagai penutup, situasi ini menunjukkan betapa rumitnya dinamika Geopolitik di Timur Tengah. Di satu sisi, tekanan internasional terhadap Israel semakin meningkat, tetapi di sisi lain, langkah Trump berisiko memperburuk hubungan dengan sekutu lamanya. Bagi Masyarakat internasional, fokus utama tetap pada upaya untuk menghentikan Kekerasan dan memastikan Bantuan Kemanusiaan sampai ke tangan mereka yang membutuhkan.

News Thumbnail