NOBARTV NEWS – Film The Shadow Strays adalah karya terbaru sutradara Timo Tjahjanto yang tayang di Netflix pada 17 Oktober 2024. Sejak peluncurannya, film ini mendapatkan perhatian besar dari penonton berkat alur cerita yang intens dan menyentuh, serta aksi brutal khas Tjahjanto. Dengan durasi 144 menit, The Shadow Strays bukan hanya sekadar film aksi biasa, melainkan sebuah kisah mendalam tentang kemanusiaan, pendewasaan, dan pilihan moral seorang gadis muda yang terjebak di dunia kejahatan.
Mengambil latar belakang dunia kejahatan yang kejam, film ini bercerita tentang 13 (Aurora Ribero), seorang gadis berusia 17 tahun yang menjadi anggota organisasi pembunuh bayaran bernama The Shadow. Setelah gagal dalam misi penting di Jepang, ia diperintahkan untuk beristirahat oleh mentornya, Umbra (Hana Malasan). Selama masa istirahat, ia bertemu dengan Monji (Ali Fikry), seorang bocah yang baru saja kehilangan ibunya akibat aksi kriminal brutal.
Pertemuan 13 dengan Monji membawa film ini ke arah yang lebih dalam. 13 merasa terpanggil untuk menyelamatkan Monji ketika ia diculik oleh sindikat kejam. Inilah yang mendorong konflik moral dalam diri 13, memaksa penonton untuk mempertanyakan keputusannya: akankah ia tetap setia pada organisasi yang telah membesarkannya, atau memilih jalan kemanusiaan? Salah satu kutipan yang kuat dari 13 dalam film ini berbunyi, “Aku tidak bisa tinggal diam saat ada orang tak bersalah yang harus menderita. Bahkan jika itu berarti melawan bayangan yang melindungiku.”
Karakter yang Kompleks dan Kuat
Salah satu aspek yang membuat film ini begitu menarik adalah karakter 13 yang digambarkan sangat kompleks. Aurora Ribero sukses membawakan peran ini dengan kekuatan emosional yang memukau. 13 bukan hanya pembunuh bayaran tanpa perasaan; dia juga seorang gadis muda yang sedang mencari jati diri di tengah dunia yang keras. Perjalanan pendewasaan 13 di tengah situasi penuh bahaya menambah kedalaman cerita, memisahkan film ini dari sekadar tontonan aksi semata.
Dalam sebuah wawancara, Aurora Ribero mengungkapkan bahwa karakter 13 memiliki tantangan emosional yang besar: “Saya ingin penonton melihat kerentanan di balik kekuatan 13. Dia bukan hanya mesin pembunuh, dia manusia yang juga merasakan sakit dan ketidakpastian.” Kutipan ini memperlihatkan bagaimana Ribero mendalami perannya dan ingin menunjukkan sisi kemanusiaan dari 13 di tengah kekerasan yang ia jalani.
Karakter Umbra, yang diperankan oleh Hana Malasan, juga menjadi sorotan. Sebagai mentor 13, Umbra adalah sosok yang dingin dan penuh perhitungan, namun di balik itu, ia memiliki sisi keibuan yang tak terlihat. Di satu titik dalam film, Umbra berkata kepada 13, “Kamu tahu, tidak semua orang bisa bertahan di kegelapan. Namun, jika kamu ingin melindungi seseorang, kamu harus menjadi lebih gelap dari bayangan itu sendiri.” Kutipan ini memberikan pandangan mendalam tentang filosofi organisasi The Shadow yang dihidupi oleh Umbra.
Aksi Brutal dan Koreografi Pertarungan Memukau
Tidak bisa dipungkiri, salah satu kekuatan utama film The Shadow Strays terletak pada adegan-adegan aksinya. Timo Tjahjanto, yang dikenal dengan karya-karya brutal seperti The Night Comes for Us, sekali lagi membuktikan keahliannya dalam menyajikan pertarungan yang intens dan mendebarkan. Setiap adegan aksi dalam film ini dirancang dengan cermat, menawarkan koreografi yang memukau dan membuat penonton tetap terjaga.
Sinematografer Batara Goempar memberikan sentuhan visual yang tak kalah menakjubkan. Setiap adegan pertarungan dibalut dengan pencahayaan dramatis dan sudut pandang yang dinamis, menciptakan suasana gelap dan menegangkan. Film ini jelas terinspirasi oleh film-film aksi klasik dari Hong Kong dan Jepang, seperti karya-karya John Woo dan Takashi Miike, namun dengan sentuhan khas Indonesia yang segar dan otentik.
Nilai Kemanusiaan di Tengah Kekerasan
Walaupun penuh dengan kekerasan dan aksi brutal, The Shadow Strays juga menyampaikan pesan tentang kemanusiaan. Dalam dunia di mana hidup manusia sering kali dianggap remeh, film ini menggali lebih dalam tema belas kasih dan empati, terutama melalui karakter 13. Pertanyaan tentang moralitas dan kemanusiaan terus muncul sepanjang film: Apakah pembunuh bisa memiliki sisi kemanusiaan? Apakah tindakan kekerasan dapat dibenarkan jika dilakukan untuk melindungi yang tak bersalah?
Dalam salah satu momen emosional, 13 mengatakan kepada Monji, “Aku tahu rasanya kehilangan. Aku tahu rasa sakit itu. Tapi kau tidak boleh membiarkan rasa sakit itu menguasaimu. Kau harus melawan.” Kutipan ini mencerminkan bagaimana 13 melihat dirinya sendiri dalam sosok Monji dan menjadi penopang moral di tengah dunia yang tanpa belas kasihan.
Kritik dan Pujian
Meskipun secara umum diterima positif, film ini tidak luput dari kritik. Beberapa pengamat film menyoroti naskahnya yang dianggap terlalu sederhana dan kurang eksplorasi karakter selain 13. Meskipun demikian, elemen-elemen aksi dan visual film ini diakui oleh banyak penonton sebagai kelebihan yang tak terbantahkan. Koreografi pertarungan dan kualitas sinematografinya menjadi poin kuat yang sering dipuji.
Di sisi lain, performa Aurora Ribero sebagai 13 juga mendapatkan banyak apresiasi. Berbeda dari peran-peran sebelumnya, Ribero menunjukkan transformasi luar biasa, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga emosional. Sebelum syuting, Ribero menjalani pelatihan fisik yang intens untuk mempersiapkan perannya. Hal ini terlihat jelas dalam setiap adegan aksinya yang tampak alami dan meyakinkan.
Menurut beberapa ulasan di Rotten Tomatoes, The Shadow Strays mendapatkan rating 82% dari para penonton, dengan banyak yang menyebutnya sebagai “angin segar” bagi perfilman aksi Indonesia . Situs lain, seperti IMDb, juga memberi film ini skor 7,8/10 berdasarkan ribuan ulasan penonton .
Inspirasi dan Fakta Menarik
Dalam wawancara terbaru, Timo Tjahjanto mengungkapkan bahwa film ini banyak terinspirasi dari karya-karya seni bela diri klasik. Ia ingin menciptakan film yang tidak hanya memukau dari segi aksi, tetapi juga mampu menyampaikan cerita yang emosional dan mendalam . Hal ini terbukti dalam bagaimana ia menyusun karakter 13, memberikan dimensi manusiawi yang jarang ditemukan dalam genre aksi.
Selain itu, durasi panjang film ini—144 menit—membuatnya salah satu film aksi Indonesia terpanjang. Meski demikian, ketegangan yang dibangun secara konsisten sepanjang film membuat durasi tersebut terasa singkat. Timo berhasil menjaga ritme cerita dengan baik, menggabungkan momen-momen aksi dengan drama yang mendalam.
The Shadow Strays adalah salah satu film yang wajib ditonton bagi para pecinta aksi, terutama mereka yang menyukai film dengan alur cerita yang mendalam dan penuh emosi. Dengan visual yang memukau, karakter yang kompleks, dan aksi yang luar biasa, film ini memberikan pengalaman menonton yang tak terlupakan.
Bagi penonton yang menghargai film aksi yang lebih dari sekadar ledakan dan pertempuran, The Shadow Strays menawarkan lapisan cerita yang kaya akan makna. Film ini membuktikan bahwa di balik aksi brutal dan kekerasan, ada kisah kemanusiaan yang menyentuh hati. Timo Tjahjanto berhasil menciptakan film yang tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga memberikan pesan yang mendalam tentang pilihan hidup, moralitas, dan pengorbanan.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: