NOBARTV NEWS Kondisi pendukung Anies saat ini mungkin sama dengan fans Manchester United ketika kalah oleh Manchester City. Atau juga seperti Barcelonista yang melihat Barcelona dibantai Real Madrid. Sedih dan kecewa tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Kegagalan Anies Baswedan menjadi Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta cukup ironis. Pasalnya, ia adalah pemuncak elektabilitas kandidat Gubernur Jakarta yang dirilis oleh banyak lembaga survei. Ia juga adalah mantan capres pada Pilpres 2024 lalu. Harusnya ketika turun ke kompetisi yang lebih rendah ia bisa berbuat banyak.
Namun faktanya Anies dicampakkan oleh semua partai. Elektabilitasnya tak digubris. Suara pendukungnya pun dianggap angin lalu. Jelas ada yang salah dengan Anies Baswedan.
Tetapi jika melihat media sosial utamanya platform X banyak sekali pendukung Anies yang melihat realitas yang terjadi sebagai sebuah kesalahan dari sistem yang ada. Banyak pula di antara mereka yang menyalahkan partai-partai yang tidak mendukung Anies. Agak sulit menemukan pendukung Anies yang melakukan kritik terhadap sosok Anies itu sendiri sebagai seorang politisi.
Anies Baswedan Politisi yang Gagal
Sebagai pribadi tidak ada yang salah dengan sosok Anies Baswedan. Seorang pendidik, aktivis, yang kemudian berkecimpung di dunia politik. Siapapun yang sudah masuk ke dalam politik maka akan disebut sebagai politisi.
Apakah Anies Baswedan adalah seorang politisi yang hebat? Pengamat politik dari Citra Institue, Efriza mencoba menjawab pertanyaan ini dengan konteks kegagalan Anies maju di Pilgub Jakarta 2024.
Menurut Efriza kegagalan eks Rektor Paramadina itu disebabkan oleh faktor internal dirinya sendiri. Itulah yang membuat banyak partai enggan untuk mengusung Anies di Pilkada Jakarta 2024.
“Anies harus introspeksi diri, Anies harus bercermin, kenyataannya bahwa kegagalan Anies karena dirinya. Menggunakan bahasa sarkas, ia tengil dan kepedean,” ujar Efriza kepada wartawan.
Menurutnya Anies kurang cekatan sebagai seorang politisi. Padahal dalam politik dinamika yang terjadi begitu cepat dan seorang politisi dituntut untuk mengambil tindakan dengan cepat dan tepat pula.
Efriza menggarisbawahi sejumlah momentum yang gagal dimanfaatkan Anies dalam perjalannya menuju Pilkada Jakarta 2024. Mulai dari ketertarikan Kaesang terhadap Anies, kemudian didorongnya oleh PKB, termasuk saat disandingkan dengan Sohibul Iman dari PKS. Namun, semua itu tak membuahkan hasil lantaran Anies terkesan sangat pasif.
“Anies responnya pasif, didorong PKB lagi-lagi pasif, dicalonkan oleh PKS dengan AMAN tapi tak acuh. Nasdem juga sempat mendukung tanpa syarat masih juga dia kalem, tetapi nyatanya mereka pada kecewa,” lanjut Efriza.
Ia juga menyoroti pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang terkesan enggan mengusung Anies. Menurutnya itu adalah tanda bahwa Anies gagal melakukan negosiasi politik. Ia tak cukup memiliki komunikasi politik yang baik sehingga kerap gagal dalam melakukan negosiasi-negosiasi yang notabene merupakan inti dari intrik politik.
“Kelas Anies sebagai politisi untuk banyak hal masih kurang baik, seperti cara berkomunikasi, menunjukkan etika berpolitik, untuk menyamakan pandangan, saling menegosiasikan kepentingan. Anies masih jauh dari kata handal,” jelasnya lebih lanjut.
Sebagai politisi Anies perlu introspeksi dan evaluasi besar-besaran. Ia tak bisa terlalu idealis dan eksklusif. Kalau dua hal itu terus ia jaga hanya dua kata yang akan terus Anies dapatkan “Nggak laku!”
Pun juga dengan pengikut Anies harus lebih terbuka dalam berpikir dan melihat realitas politik yang terjadi. Tak selamanya langkah Anies tepat dalam politik, ia juga tak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: