NOBARTV NEWS Para stakeholder di sektor perumahan sepakat agar Kementerian Khusus Perumahan kembali dibentuk, yang mana ini terpisah dari Kementerian Urusan Infrastruktur.
Kehadiran Kementerian Khusus ini dinilai mutlak jika pemerintah baru mendatang ingin menuntaskan backlog rumah yang masih cukup tinggi melalui program besar membangun 3 juta rumah per tahun.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, mengatakan bahwa pembangunan 3 juta rumah yang ditargetkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran bukanlah program kaleng-kaleng. Melainkan, suatu rencana yang dahsyat karena butuh dukungan besar dari sisi penganggaran dan kebijakan.
“Oleh karena itu, program ini mustahil berjalan tanpa desk khusus. Kita tahu bahwa banyak ketentuan dan regulasi di sektor perumahan yang selama ini kontra- produktif, bahkan tidak bersahabat dengan dunia usaha, sehingga menghambat penyediaan perumahan,” kata Joko Suranto, Selasa (20/8/2024).
Menurut Joko Suranto, program 3 juta rumah hanya akan terealisasi jika ada satu Kementerian Khusus yang memahami persoalan pembangunan perumahan. Joko Suranto menyebut ada tiga fungsi penting yang diemban Kementerian Perumahan, yakni pengatur koordinasi lintas sektoral, perencana program, serta sekaligus eksekutor.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Daniel Djumali, menilai selama ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak fokus kepada masalah perumahan, karena lebih banyak terkonsentrasi dengan urusan pembangunan infrastruktur.
Padahal, Daniel Djumali menjelaskan bahwa masalah di sektor perumahan masih banyak yang tidak terselesaikan. Hal ini dikarenakan Kementerian PUPR fokus pada infrastruktur, seperti masalah kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Tahun 2024,misalnya, kuota FLPP hanya 166.000 dan diperkirakan akan habis pada Agustus 2024 tahun ini. Daniel Djumali mengatakan, bahwa keterbatasan kuota fasilitas FLPP akan berdampak karena perumahan memiliki multiplier effect yang besar terhadap sektor lainnya.
Daniel Djumali juga sepakat bahwa program pembangunan 3 juta rumah akan dapat berhasil bila ada Kementerian Khusus Perumahan dan Badan Khusus Perumahan.
“Kementerian Khusus Perumahan juga bisa mengatasi kendala aturan dan perizinan yang saat ini masih menghambat pembangunan perumahan,” ujar Daniel Djumali.
Adapun, Wakil Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Aviv Mustaghvirin berpendapat bahwa saat ini kementerian yang mengurusi kebutuhan pokok masyarakat, seperti pangan dan sandang sudah ada.
Namun, kementerian yang menanggani urusan papan tidak ada. Hal itu yang menyebabkan backlog perumahan sulit terselesaikan.
“Soal perumahan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Himperra merekomendasikan untuk dihidupkan kembali Kementerian Perumahan Rakyat. Tanpa Kementerian Khusus, maka sulit sekali untuk mewujudkan program 3 juta rumah tersebut,” kata Aviv Mustaghvirin.
Aviv Mustaghvirin juga mengatakan, bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi dalam pembangunan perumahan, terlebih dari sisi kebijakan. Diantaranya adalah untuk mengendalikan harga tanah yang semakin tinggi di perkotaan. Akibatnya, lokasi perumahan subsidi semakin jauh dari pusat aktivitas masyarakat.
Sedangkan, Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas Jaya), Andriliwan Muhamad menegaskan, bahwa program 3 juta rumah yang dicanangkan Prabowo-Gibran akan mampu mengurangi backlog perumahan di Indonesia.
Appernas Jaya mendukung program positif ini untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar bisa memiliki rumah.
“Kami mengusulkan dibentuknya kembali Kementerian Khusus Perumahan, karena perumahan dan infrastruktur sama pentingnya. Oleh karena itu, urusan perumahan tidak cukup hanya ditanggani oleh pejabat setingkat direktur jenderal,” kata Andriliwan yang akrab disapa Andre Bangsawan.
Andriliwan Muhamad mengingatkan agar program 3 juta rumah ini diikuti dengan penyempurnaan terhadap regulasi dan skema-skema pembiayaan, termasuk membenahi undang-undang yang terkait perumahan. Pengembang selama ini sangat kesulitan dalam mengurus perizinan, salah satunya karena tidak adanya kementerian khusus.
Appernas Jaya merekomendasikan Kementerian Khusus Perumahan ini nantinya harus fokus kepada tiga target, yaitu membuat skema baru tentang pembiayaan perumahan, membuat perizinan agar lebih mudah, dan harus ada kesepahaman bersama tentang rumah atau hunian yang akan dibangun untuk masyarakat.
Menteri Negara Perumahan dan Permukiman periode 1998-1999, Theo L. Sambuaga juga turut mendukung pembentukan Kementerian Khusus Perumahan. Menurut Theo L. Sambuaga, angka backlog kepemilikan rumah masih sangat besar di Indonesia.
Hal itu menjadi tantangan serius yang harus diatasi dengan meningkatkan langkah- langkah yang super extra.
Untuk itu, Theo L. Sambuaga merasa perlu diwujudkan gagasan agar urusan perumahan dapat kembali ditangani dan menjadi tanggung jawab satu kementerian tersendiri yang mempunyai struktur fungsional sampai ke daerah-daerah.
Theo L. Sambuaga juga mendorong pemerintah memberikan insentif agar kalangan swasta ikut berpartisipasi dalam program pemerintah untuk membangun jumlah rumah yang reasonable untuk penyediaan rumah layak huni dan terjangkau untuk masyarakat, khususnya MBR.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: