Politik & Hukum

3 Kesalahan Anies Baswedan yang Membuatnya Gagal Maju di Pilkada Jakarta



NOBARTV NEWS Pendukung Anies Baswedan, atau yang oleh warganet kerap disebut ‘anak abah’, nampaknya harus gigit jari karena idolanya hampir dipastikan gagal mendaftar sebagai kontestan pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.

Satu per satu partai yang sebelumnya dikabarkan bakalan mendukung Anies Baswedan berbalik arah dan merapat dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah menyatakan diri akan bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran. PKS bahkan akan menempatkan kadernya sebagai calon wakil gubernur (cawagub) pendamping Ridwan Kamil.

Banyak ‘anak abah’ yang protes kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dianggap tidak memperjuangkan Anies untuk tetap bisa mencalonkan diri. Tidak sedikit di antara mereka yang mengatakan PKS Sebagai pengkhianat.

Namun, benarkan Anies gagal maju karena PKS yang kurang berjuang maksimal? Faktanya tidak seperti itu. Jika menilik dari sudut pandang politik praktis sebenarnya Anies Baswedan lah yang paling punya andil di balik gagalnya dia maju sebagai cagub pada Pilkada Jakarta 2024.

Berikut adalah 3 kesalahan Anies Baswedan yang membuat pendukungnya harus gigit jari.

1. Merasa Partai yang Membutuhkannya

Anies Baswedan punya elektabilitas yang sangat tinggi di Jakarta. Bahkan lembaga survei Indikator Politik Indonesia menemukan data bahwa 40 persen dari responden survei mereka adalah pemilih kuat Anies Baswedan.

Dengan elektabilitas yang tinggi sepertinya Anies berpikir partai-partai lah yang akan membutuhkan dia untuk meraih kemenangan di Pilkada Jakarta. Hal itu terlihat dari pasifnya pergerakan Anies dalam mencari dukungan ke partai-partai potensial.

Ia lebih banyak turun ke masyarakat alih-alih memastikan punya kendaraan terlebih dahulu. Anies abai bahwa prinsip utama parpol adalah akomodasi kepentingan.

Anies telat sadar bahwa dialah yang butuh partai untuk konteks Pilkada Jakarta, bukan sebaliknya.

Anies Baswedan saat berfoto dengan seorang ibu-ibu (sc: antaranews.com)

2. Menolak Jadi Kader Partai

Eks Gubernur Jakarta itu sebelumnya telah ditawari menjadi kader partai oleh PKS. Dengan begitu diharapkan PKS akan lebih solid dan semangat mendukung Anies karena Anies adalah kader mereka. Sebagai partai yang terkenal militan PKS tentu akan memperjuangkan kadernya habis-habisan.

Namun, Anies menolak tawaran tersebut dan lebih memilih jalur non partai. Maka, PKS pun tak bisa memperjuangkannya dengan maksimal karena Anies bukan kader mereka.

Lagi pula, PKS telah banyak mendukung Anies. Mereka adalah pengusung Anies di Pilkada Jakarta 2017 dan Pilpres 2024. Masa iya PKS akan mendukung tokoh yang bukan kader mereka lagi padahal mereka adalah partai pemenang di Jakarta?

3. Lambat dalam Membaca Dinamika Politik

Anies kerap kali dimintai pandangannya terkait wacana perpindahan arah dukungan dari NasDem, PKS, dan PKB ke KIM Plus. Namun, setiap kali ditanya tentang itu Anies Baswedan selalu mengelak dan optimis bahwa partai-partai tersebut akan lebih mendengar aspirasi warga Jakarta.

Tanda-tanda tidak solidnya partai yang akan mendukung Anies sudah terlihat sejak lama. Bahkan publik juga mengetahui bahwa PKB, PKS, dan NasDem juga dirayu untuk bergabung dengan KIM Plus.

Lantas apa yang dilakukan Anies melihat dinamika itu? Ia tak melakukan apapun, bahkan sekadar meyakinkan partai-partai itu untuk tetap bersamanya saja tidak ia lakukan.

Dengan demikian, harusnya publik tak perlu heran mengapa Anies Baswedan pada akhirnya tak jadi dapat kendaran untuk berkompetisi di Pilkada Jakarta 2024.

Demikian rangkuman info menarik dalam artikel berita berjudul 3 Kesalahan Anies Baswedan yang Membuatnya Gagal Maju di Pilkada Jakarta yang telah tim penulis NOBARTV NEWS ( ) sarikan dari berbagai sumber terpercaya.

Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini:

LINK LIVE STREAMING BOLA HARI INI

Muhammad Izzuddin

Seorang penikmat nasi balap yang suka mengamati dan membicarakan politik dalam negeri. Kadang-kadang menganalisa, memprediksi, dan mencari hal menarik dari setiap peristiwa politik yang terjadi.