NOBARTV NEWS Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) meminta agar aturan pengajuan pinjaman online atau pinjol lebih diperketat. Pasalnya, REI menyoroti banyaknya kasus gagal bayar pinjaman yang menyebabkan sekitar 40% pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditolak bank.
Penolakan pengajuan KPR bersubsidi ini dikarenakan skor kredit peminjam yang kurang baik. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat yang mengajukan KPR terhambat, bahkan kehilangan kesempatan untuk bisa memiliki rumah.
Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) meminta pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan aturan yang sama kepada semua perusahaan pinjol atau fintech lending.
Aturan ini meliputi prosedur dan batasan suku bunga seperti yang selama ini berlaku di perbankan. Sebab, produk akhirnya pun tetap sama, yakni kredit pinjaman.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto juga berharap kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan edukasi secara terus menerus kepada masyarakat terkait dengan potensi masalah yang bisa saja terjadi jika tidak bisa memenuhi kewajiban membayar pinjaman online.
“Harus ada edukasi yang serius, karena begitu peminjam bermasalah dengan pinjol, maka dampak kewajibannya akan sangat berat. Sebab, untuk bunga pinjamannya sendiri bisa sampai 116% per tahunnya.
Hal ini jelas akan menimbulkan kesulitan pada akses pembiayaan peminjam kepada pihak perbankan, seperti untuk keperluan modal usaha atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR),” kata Joko Suranto.
Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) juga menyoroti banyaknya kasus gagal bayar pinjaman online atau pinjol yang dampaknya bisa menyebabkan sekitar 40% pengajuan KPR, termasuk KPR bersubsidi ditolak oleh bank karena skor kredit yang kurang baik.
Padahal, kata Joko Suranto, rumah adalah tempat awal bagi keluarga untuk mendidik anak-anaknya. Selain itu, Joko juga menyebutkan bahwa saat seseorang sudah terjerat pinjaman online atau pinjol dan ingin melunasi hutangnya tersebut, maka belum tentu data yang ada dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau BI Checking sudah terhapus.
Sebab, ternyata data tersebut belum memiliki tempo yang valid kapan dibersihkannya. Tidak hanya itu, ada banyak kasus dimana ketika masyarakat akan melunasi semua hutangnya tersebut, ternyata perusahaan pemberi pinjaman online sudah ditutup.
Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) sudah pernah menyampaikan usulannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merapikan riwayat keuangan masyarakat dengan kriteria tertentu.
“Misalnya, SLIK atau riwayat konsumen yang sudah dua tahun atau sudah selesai permasalahannya agar cepat bisa dikoreksi,” ungkap Joko Suranto.
Oleh karena itu, Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) mendukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sedang melakukan peninjauan kembali dan penindakan tegas terhadap perusahaan pinjol yang tidak sesuai aturan.
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan langkah pengawasan dan penindakan dengan mengumumkan penutupan operasional tiga perusahaan pinjol akibat kurangnya permodalan dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan yang sudah ditentukan OJK.
Bahkan, OJK juga sudah resmi merilis daftar pinjaman online atau pinjol ilegal yang berlaku mulai 1 Agustus 2024. Terdapat 654 entitas pinjol ilegal yang dinyatakan berbahaya karena tidak berizin.
“Langkah OJK tersebut bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah dan OJK untuk meninjau dan menata kembali bisnis pinjaman online yang ada di Indonesia.
Sebab, fakta membuktikan bahwa pinjaman online atau pinjol yang selama ini ada menyebabkan banyak masalah, dan menimbulkan korban di masyarakat. Dampak negatif dari pinjol ini pun cukup besar, bahkan sampai ada korban jiwa,” imbuh Joko Suranto.
Selain itu, Joko Suranto juga berharap agar pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan edukasi secara terus menerus kepada masyarakat terkait potensi masalah yang bisa didapatkan jika tidak bisa memenuhi kewajiban pinjolnya tersebut.
Belum mendapatkan informasi yang anda cari? silahkan ketik disini: